put,
engkau hadir tidak hanya dari kesunyian hati ...
namun kehadiranmu bagaikan pelangi malam yang mencoba
menegaskan spektrum warnanya
engkau begitu mengerti bahwa gerimis ketulusan
hati belum mampu menghadirkan romansa indah nyanyian rasa,
nuansa rintiknya hanya
menyisakan ruang keterpurukan perjalanan hidup yang belum mampu mempertahankan
keyakinan untuk tak bisa ke lain hati ...
put,
jika engkau memandang seekor merak,
maka bercerminlah segera padanya
karena keindahan corak warnanya dapat melupakan jati diri
yang mengabaikan cantik alaminya
bahwa kebiasaan mengepak sayap-sayapnya dapat
menjadikannya sebagai tontonan para musafir hati
put,
engkau terlalu cepat menyegerakan gairah bumimu
ketika
kedamaian kota yang seharusnya menyamankan hati menjadi gelap gulita oleh
nafas-nafas yang meluluhlantakan keindahannya dan keindahanmu
saat itu,
seharusnya engkau menjadikan kota itu sebagai tempat bertumbuhnya revolusi akal
dan hati
put,
tatkala waktu berhembus pelan mencengkeram kelupaan diri
janganlah tergesa mematikan sebuah keniscayaan bahwa kamu hadir dari ketiadaan
dan kamu pasti akan kembali dengan kepasrahan kepada pemilikmu
put,
jika esok hari terasa panjang,
bersegeralah merendahkan kepala untuk sekedar sujud
melupakan dunia
namun jika esok hari terasa sesaat,
maka berdirilah tegak pada
keyakinan diri bahwa hidup adalah sekedar perjalanan pulang
put,
aku harus menyerah pada kesombongan nilai rasa ...
bukan untuk mengalah atau sekedar memberi kesempatan,
namun jalan hidup bisa jadi berbeda arah
ketika tikungan tajam dapat mencelakakan kita saat
bersama,
maka menata perpisahan langkah dapat menjadi pengobat kelelahan hati
yang tak jua menyatu
putri tak usah khawatir dengan hari esok ...
jika kita yakin Tuhan selalu hadir menyusup pada relung
hati nurani,
maka engkau tak usah tergesa memaknai kehadiran ...
karena ada dan tiada adalah sebuah keniscayaan,
karena
kehadiran adalah gerbang awal sebuah perpisahan
put,
jika engkau begitu lelah,
berhentilah sejenak walau sekedar untuk menguatkan lagi
langkahmu ...
tak perlu engkau memaksakan diri untuk terus berlari ...
karena engkau tak hanya dapat terjatuh, namun jua bisa
membuatmu terseret oleh putaran bumi ...
seorang putri tentunya tak perlu risau dengan sebuah
tanya tentang kapan seorang pangeran kan datang menjemput dengan gagah membawa
kereta kencananya ...
cukuplah engkau menjaga kepompong indahmu,
agar suatu
saat kelak engkau menjadi kupu-kupu yang indah,
yang tak mesti dipandang indah
ketika terbang menyusuri taman di dunia,
bukankah engkau tahu, sang pangeran
sejati akan pergi mendahuluimu di taman surga kelak untuk menunggumu ...
karena mungkin ia hanya mampu menengadahkan telapak
indahnya agar sang kupu-kupu itu dapat berdiri nyaman di taman surga kelak ...
selamanya ...